Rabu, 10 Oktober 2012

KTI Kejang Demam

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional yang bertujuan bahwa setiap penduduk mempunyai kemampuan hidup sehat yaitu keadaan sejahtera badan dan jiwa, dan memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan tersebut pembangunan kesehatan dilaksanakan secara bertahap.
Untuk mencapai tujuan tersebut sangat dibutuhkan eksistensi tenaga keperawatan yang profesional dimana dalam memberikan pelayanan digunakan pelaksanaan asuhan keperawatan. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi bidang keperawatan, untuk memenuhi tuntunan masyarakat. Maka perawat dituntut untuk memiliki ilmu pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan pelayanan secara komprehensif yang meliputi aspek biopsikososial spiritual melalui pendekatan proses keperawatan, sehingga asuhan keperawatan dapat diberikan secara tepat guna dengan penuh tanggung jawab.
Salah satu masalah penyakit yang sering terjadi dan menyerang pada bayi dan balita yaitu Kejang Demam yang penyebabnya belum diketahui dengan pasti, akan tetapi akan menimbulkan komplikasi pada pertumbuhan dan perkembangan anak.


Berdasarkan data dari Medical Record RSUD Majene Kab. Majene, jumlah kasus kejang demam dapat dilihat sebagai berikut.
Tabel 1 : Jumlah Rawat Inap Kasus Kejang Demam di RSUD Majene.
No
Tahun
<1 th
1-4 th
5-6 th
LK
%
Pr
%
Mati
%
Jml
%
1
2010
7
36
4
44
59,45
32
43,24
1
1,35
74
100
2
2011
7
36
2
19
42,22
20
44,44
2
4,44
45
100

Keteragan :
a.       Pada Tahun 2010 kasus kejang demam rawat inap berjumlah 74 orang dengan jumlah pasien laki – laki 44 orang (59,45%) dan jumlah pasien perempuan 32 orang (43,24%), dan jumlah pasien yang meninggal sebanyak 1 orang (1,35%)
b.      Pada Tahun 2011 (Januari – Juli ) kasus kejang demam rawat inap berjumlah 45 orang dengan jumlah pasien laki – laki 19 orang (42,22%) dan jumlah pasien perempuan sebanyak 20 (44,44%), dan jumlah pasien yang meninggal sebanyak 2 orang (4,44%)
        Masih tingginya angka kejadian kejang demam menjadi dasar perlunya  penerapan asuhan keperawatan pada kasus Kejang Demam untuk membantu proses penyembuhan dan meningkatkan pengetahuan masyarakat sehingga angka kejadian Kejang Demam dapat menurun.
Untuk itu, dalam rangka meningkatkan ilmu pengetahuan dan keterampilan sesuai dengan pendidikan, maka setiap mahasiswa menyusun suatu karya tulis ilmiah berupa Asuhan Keperawatan pada klien secara individu. Berdasarkan kenyataan di lahan penulis mendapatkan kasus   system  Persyarafan.  Maka   pada   kesempatan ini penulis dapat menyusun karya tulis dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene” pada tanggal 21 – 23 Juli 2011
B.     Batasan Masalah
Karena luasnya masalah kejang demam, maka bahasan karya tulis ini hanya mencakup pelaksanaan “Asuhan Keperawatan Pada Klien By “R” Dengan Kejang Demam yang dirawat di Ruangan Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene selama 3 hari dari tanggal 21 – 23  Juli 2011
C.    Tujuan Penulisan
1.      Tujuan Umum
a.       Untuk menambah khasanah keilmuan, keterampilan dan pengalaman serta memperoleh pengalaman nyata dalam menerapkan Asuhan Keperawatan pada keluarga By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene, pada tanggal 21 – 23 Juli 2011.
b.      Mendapatkan gambaran tentang penerapan Asuhan Keperawatan secara komfrehensif dan sistimatis mulai dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi.



2.      Tujuan  Khusus
a.       Memperoleh gambaran dalam melakukan pengkajian pada klien By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene” pada tanggal 21 – 23 Juli 2011.
b.      Memperoleh gambaran yang jelas dalam menetapkan diagnosa dan perencanan pada klien By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene” pada tanggal 21 – 23 Juli 2011.
c.       Memperoleh pengalaman nyata dalam perencanaan tindakan keperawatan pada klien By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene” pada tanggal 21 – 23 Juli 2011.
d.      Memperoleh pengalaman nyata dalam pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene” pada tanggal 21 – 23 Juli 2011.
e.       Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan evaluasi keperawatan pada klien By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene” pada tanggal 21 – 23 Juli 2011.
f.       Memperoleh pengalaman nyata dalam melakukan pendokumentasian  keperawatan pada klien By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene” pada tanggal 21 – 23 Juli 2011.
g.      Mampu menagnalisa kesenjangan  yang terjadi antara asuhan teori dan kegiatan di lapangan pada klien By “R” Dengan gangguan Neurologi ; Kejang Demam  di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene” pada tanggal 21 – 23 Juli 2011.

D.    Manfaat penulisan
  1. Penulis
Menambah pengetahuan penulis khususnya mengenai penyakit dengan gangguan system Neuorologi sebagai peningkatan suhu tubuh dan pengetahuan tentang Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan system Nerologi : Kejang Demam.
  1. Bagi Akademik
a.       Sebagai salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Keperawatan Universitas Sulawesi Barat Program D III Keperawatan
b.      Sebagai bahan bacaan di Perpustakaan
3.      Bagi Pelayanan RS
Dapat memberikan masukan bagi Rumah Sakit untuk mengambil langkah-langkah kebijakan dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan keperawatan terutama yang berkaitan dengan Asuhan Keperawatan dengan gangguan system Neuorologi : Kejang demam.

4.      Bagi Klien dan Keluarga
a.       Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga tentang cara pencegahan, perawatan dan pengobatan penyakit dengan gangguan system Nerologi : Kejang Demam
b.      Memberikan pelayanan bagi klien dengan gangguan Nerologi : Kejang Demam.
E.     Metode Penulisan
Penyusunan karya tulis ini terdiri dari beberapa bab, sub bab dan anak bab dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
BAB I       :   Pendahuluan
                      Bab ini berisi :
A.    Latar belakang masalah
B.     Tujuan penulisan
C.     Manfaat penulisan
D.    Metode penulisan
E.     Sistematika penulisan.
BAB II     :   Tinjauan Teoritis
                      Dalam bab ini dibahas tentang konsep dasar medis yang menguraikan tentang :
1.      Konsep Dasar Medis
a.       Pengertian
b.      Anatomi Fisiologi
c.       Insiden
d.      Etiologi
e.       Patofisiologi
f.       Manifestasi Klinik
g.      Faktor Resiko
h.      Pemeriksaan Penunjang
i.        Diagnosa Banding
j.        Penatalaksanaan
k.      Prognosis
2.    Konsep Dasar Keperawatan, meliputi : Pengkajian, perencanaan tindakan keperawatan, pelaksanaan dan evaluasi.
BAB III    :   Tinjauan kasus
                      Pada bab ini menguraikan laporan hasil study kasus, meliputi :
1.      Pengkajian Data
2.      Analisa Data
3.      Penentuan diagnosa Keperawatan
4.      Perencanaan Tindakan Keperawatan
5.      Implementasi
6.      Evaluasi.
BAB IV    :   Pembahasan.
Pada Bab ini membahas tentang kesenjangan teori dengan fakta yang ada yang dibahas secara sistematis mulai dari pengkajian data, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan.
BAB V      :   Kesimpulan dan saran.
Merupakan bab terakhir dimana dikemukakan tentang :
A.    Kesimpulan
B.     Saran

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.    Konsep Dasar Medis
1.      Pengertian
            Kejang adalah suatu manifestasi klinik dari lepas muatan listrik berlebihan dari sel-sel neuron otak yang terganggu fungsinya, gangguan tersebut dapat disebabkan oleh kelainan fisiologis, anatomis, biokimia atau gabungan dari ketiga kelainan tersebut. (UKK Neurologi IDAI, 2011 kejang pada bayi dan anak.17)
            Menurut Nurul Itqiyah (2008), kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia > 3 tahun.
            Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun. (http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/kejang-demam.htm)
            Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal lebih dari 380C) yang  disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. (Mansjoer Arif dkk, 2001. 434).
Menurut Concentus Statement febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau  anak-anak, biasanya terjadi pada umur 3 ulan dan 5 tahun, berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti dengan adanya infeksi intrakanial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam. (Mansjoer Arif dkk, 2001.434)
Dahulu Livingston membagi kejang demam menjadi dua golongan, yaitu kejang demam sederhana (Simple Febrile Convultion) dan epilepsi yang diprovokasi oleh demam (Epilepsi Triggered Of By Faver). Defenisi ini tidak lagi digunakan karena studi prosfektif epidemiologi membuktikan bahwa resiko berkembangnya epilepsi atau berkembangnya kejang tanpa demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.
Akhir-akhir ini kejang demam diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitu kejang demam sederhana yang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum, dan kejang demam kompleks yang berlangsung lebih dari 15 menit, fokal atau multiple (lebih dari 1 kali kejang dalam 24 jam). Disini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan Neurologi atau riwayat kejang demam atau kejang tanpa demam dalam keluarga.

2.      Anatomi Fisiologi Syaraf
System syaraf terdiri dari sel-sel syaraf (Neuron) dan sel-sel penyokong (Neuoglia dan sel Schawan), kedua jenis sel tersebut demikian erat berkaitan dan terintegrasi satu sama lain sehingga sama-sama berfungsi sebagai satu unit. Neuron adalah sel-sel syaraf khusus peka rangsang yang menerima masukan sensorik atau masukan aferen dari ujung-ujung syaraf perifer khusus atau dari organ reseptor sensorik, dan menyalurkan masukan motorik atau masukan eferan ke otot-otot dan kelenjar-kelenjar yaitu organ efektor.
System syaraf terbagi menjadi : system Syaraf Pusat (SSP) dan Sistem Syaraf Tepi (SST). SSP terdiri dari otak dan medulla spinalis, SST terdiri dari neuron eferen dan eferen system somatir (SSS) dan neuron system syaraf otonom / Viseral (SSO).

                              Gambar 1. Susunan Syaraf Pusat
SSP dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang, selanjutnya SSP dilindungi pula oleh suspensi dalam cairan serebrospinalis (CSF= Cerebrospinal Fluid). Secara anatomis SST terbagi menjadi 31 pasang syaraf spinal dan 12 pasang syaraf kranial. (Sylvia A. Price & Lorraine M. Wilson, 2001. 901 – 902).


3.      Insiden
Kejadian kejang demam diperkirakan 2-4% populasi anak usia 6 bulan – 5 tahun, dan paling sering pada usia 17 -23 bulan, 80% kejang demam sederhana, 20% kejang demam kompleks (8% berlangsung >15 menit dan 16% berulang dalam waktu 24 jam), 2 – 4% menjadi epilepsy, lebih sering pada anak laki – laki. (UKK Neurologi IDAI, 2011 kejang demam yang perlu diwaspadai)
 
4.      Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu tinggi, kadang-kadang demam tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang (Mansjoer Arif dkk, 2001. 434).
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), pneumonia(Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru), gastroenteritis akut, exantema subitum (Penyakit eksantema virus yang sering menyerang bayi (infants) dan anak-anak (young children). Ditandai dengan demam tinggi yang mendadak dan sakit tenggorokan ringan. Beberapa hari kemudian terdapat suatu faint pinkish rash yng berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari). salah satu komplikasinya adalah kejang demam, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989). Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
            penyebab utama kejang demam ialah demam yag tinggi. Demam yang terjadi sering disebabkan oleh :
1.      Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA)
2.      Gangguan metabolic
3.      tonsilitis, otitis media, bronchitis.
4.       Keracunan obat
5.      Faktor herediter
6.      Idiopatik.
5.      Patofisiologi
            Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan menyebabkan kenaikan metabolisme basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada anak balita aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran darah ke seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa aliran darah ke otak hanya 15%. Jadi, pada balita dengan kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran sel neuron tadi, sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik. Besarnya muatan listrik yang terlepas sehingga dapat meluas/menyebar ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter. Akibatnya terjadi kekakuan otot sehingga terjadi kejang.
            Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C.
            Basal Metabolic Rate ( BMR ) adalah kebutuhan kalori minimum yang dibutuhkan seseorang hanya untuk sekedar mempertahankan hidup, dengan asumsi bahwa orang tersebut dalam keadaan istirahat total, tidak melakukan aktivitas sedikitpun.


Faktor – factor yang mempengaruhi tingkat metabolisme basal seseorang :
1.      Genetik, sebagian orang dilahirkan dengan tingkat metabolisme basal (BMR) tinggi , dan sebagian lagi BMR lebih rendah.
2.      Gender, laki – laki cenderung memiliki massa otot lebih besar daripada perempuan, sehingga BMR laki – laki lebih besar dari pada perempuan.
3.      Usia, BMR cendererung berkurang seiring dengan bertambahnya usia. BMR seseorang dapat turun sekitar 2% per dekade.
4.      Berat tubuh, semakin berat massa tubuh seseorang , BMRnya akan lebih tinggi.
5.      Body surface area atau Luas permukaan tubuh, ini berkaitan dengan tinggi dan berat seseorang. Sehingga orang yang lebih tinggi dan besar cenderung memiliki BMR yang lebih tinggi.
6.      Pola makan, dalam keadaan lapar BMR seseorang bisa turun hingga 30%
7.      Suhu tubuh, setiap kenaikan suhu tubuh 0.5 °C, BMR bisa meningkat hingga 7%
8.      Suhu Lingkungan, suhu lingkungan juga berpengaruh pada tingkat BMR seseorang. Ini berkaitan dengan upaya penstabilan suhu tubuh. Semakin rendah suhu lingkungan, BMR akan cenderung lebih tinggi.
9.      Hormon, hormon yang mempengaruhi tingkat BMR adalah hormon tiroksin. Hormon tiroksin sebagai regulator BMR, yang mengatur kecepatan metabolisme tubuh. Semakin banyak homon tiroksin yang disekresikan, maka akan semakin tinggi BMRnya.
6.      Manifestasi Klinik
            Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.
            Gejala yang mungkin timbul saat anak mengalami Kejang Demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
            Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti:
1.      Anak hilang kesadaran
2.      Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3.      Sulit bernapas
4.      Busa di mulut
5.      Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6.      Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.

Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
1.      Kejang demam sederhana (simple febrile confulsion)
2.      Epilepsi yang di provokasi oleh demam (epilepsy triggered of by fever)

Kriteria livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai sebuah pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana yaitu:
1.      Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
2.      Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
3.      Kejang bersifat umum
4.      Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
5.      Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang demam normal
6.      Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normaltidak menunjukan kelainan
7.      Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali

            Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam, kejang ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.  (http://doctorology.net/?p=9)

7.      Komplikasi
Menurut Taslim S. Soetomenggolo dapat mengakibatkan :
a.       Kerusakan sel otak
b.      Penurunan IQ pada kejang demam yang berlangsung lama lebih dari 15 menit dan bersifat unilateral
c.       Kelumpuhan (Lumbatobing,1989)
a.       Apnea
b.      Depresi pusat pernapasan
c.       Relaksasi mental
d.      Epilepsi
(Mansjoer Arif dkk, 2000)
8.      Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan cairan cerebrospinal dilakukan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis meningitis, Pada kejang demam pertama harus dilakuakn pada penderita umur <12 bulan, umur 12 – 18 bulan harus difikirkan untuk melakukan lumbal pungsi dan tidak dianjurkan pada umur >18 bulan kecuali ada gejala meningitis atau kecurigaan infeksi intracranial.
Elektroensefalografi (EEG) tidak berguna dilakukan untuk memperkirakan berulangnya kejang, memperkirakan epilepsy dikemudian hari dan untuk menentukan tidaknya kelainan organik. EEG tidak direkomendasikan pada kejang demam sederhana.
Laboratorium lain dilakukan hanya atas indikasi seperti Demam pemeriksaan darah tepi lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit ) atau urine dan Dehidrasi dilakukan pemeriksaan Na, K, Cl, Mg, Ca, P dan Glukosa. untuk mengetahui sejak dini apabila ada komplikasi dan penyakit kejang demam. (UKK Neurologi IDAI 2011 kejang demam dan epilpsi.5)

9.      Diagnosa Banding
Penyebab lain kejang yang disertai demam harus disingkirkan, khususnya meningitis atau ensefalitis. Funsi lumbal terindikasi bila ada kecurigaan klinis meningitis. Adanya sumber infeksi seperti otitis media  tidak menyingkirkan meningitis dan jika pasien tidak mendapatkan antibiotik maka perlu pertimbangan fungsi lumbal. (Mansjoer Arif dkk, 2001.435).

10.  Penatalaksanaan
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1.      Pengobatan Fase Akut
            Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigenisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
            Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
            Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jam kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi, penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkan fenitoin dengan dosis 4-8mg/Kg BB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.


2.      Mencari dan mengobati penyebab
            Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama. Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus yang dicurigai sebagai meningitis, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang demam berlangsung lama.
3.      Pengobatan profilaksis
            Ada 2 cara profilaksis, yaitu: (1) profilaksis intermiten saat demam atau, (2) profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
            Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
            Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1 atau 2) yaitu :
1.      sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
2.      Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist sementara dan menetap.
3.      Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
4.      bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
      Bila hanya memenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik. (http://akhtyo.blogspot.com/2009/04/kejang-demam.html)

11.  Prognosis
            Dengan penangulangan yang tepat dan cepat, prognosisnya dan tidak membahayakan kematian. Frekwensi berulangnya kejang berkisar 25 – 50 %, umumnya terjadi pada bulan pertama. Resiko untuk mendapatkan epilepsi rendah.



B.     Konsep Dasar Perawatan
1.      Pengkajian
            Pengkajian merupakan tahap pertama dan asuhan keperawatan dalam asuhan keperawatan sebagai perawatan mengunakan pendekatan komperhensif yaitu pendekatan bio, psiko, sosial dan spiritual
a.       Aktivitas / Istirahat
Keletihan, kelamahan umum,. Keterbatasan dalam aktivitas/ bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri/ orang terdekat/pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
b.      Sirkulasi
Hipertensi, peningkatan nadi, sianosis. Posiktal : tanda batas normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
c.       Integritas Ego
Stressor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan ataupenanganan, peka rangsang : perasaan tidak ada harapan/tidak berdaya. Perubahan dalam berhubungan. Tanda : pelebaran rentang respon emosional
d.      Eliminasi
Inkontenensia episodic : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter. Posiktal : Otot relaksasi yang mengakibatkan inkontenensia (baik urine/fekal)


e.       Makanan, Cairan
Sensivitas terhadap makanan, mual/muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang. Tanda : kerusakan jaringan lunak/ gigi, hyperplasia gingivitis.
f.       Neuorosensori
Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pinsan, pusing, riwayat trauma kepala, anoreksi dan infeksi serebral. Adanya aura, kelemahan, nyeri otot area parestese/paralitis.
g.      Nyeri/Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode posiktal, nyeri abnormal paroksismal selama fase Tanda : Sikap/tingkahlaku yang berhati-hati, perubahan pada tonus otot, tingkahlaku distraksi/gelisah.
h.      Pernafasan
Gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun/cepat, peningkatan sekresi mucus. Fase Posiktal : Apnea
i.        Keamanan
Gejala : Riwayat trauma/terjatuh, fraktur, adanya alergi. Tanda : Trauma pada jaringan lunak/ekimosis, penurunan kekuatan/tonus otot secara menyeluruh.
j.        Interaksi Sosial
Masalah berhubungan dengan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosialnya, pembatasan/penghindaran terhadap kontak social.

2.      Diagnosa Keperawatan
                      I.            Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
Tujuan   :  Klien tidak mengalami kejang selama berhubungan dengan hiperthermi
Kriteria hasil        :          
1.      Tidak terjadi serangan kejang ulang.
2.      Suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak)
3.      Nadi 110 – 120 x/menit (bayi) 100-110 x/menit (anak)
4.      Respirasi 30 – 40 x/menit (bayi) 24 – 28 x/menit (anak)
5.      Kesadaran composmentis
Intervensi
Rasional
1.      Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat.
2.      Berikan kompres dingin

3.      Berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll)
4.      Observasi kejang  dan tanda vital tiap 4 jam

5.      Batasi aktivitas selama anak panas
6.       Berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
1.      proses konveksi akan terhalang oleh pakaian yang ketat dan tidak menyerap keringat.
2.      perpindahan panas secara konduksi
3.      saat demam kebutuhan akan cairan tubuh meningkat.
4.      Pemantauan yang teratur menentukan tindakan yang akan dilakukan.
5.      aktivitas dapat meningkatkan metabolisme dan meningkatkan panas.
6.      Menurunkan panas pada pusat hipotalamus dan sebagai propilaksis


                   II.         Diagnosa Keperawatan : Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan             kurangnya koordinasi otot  
Tujuan:      Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
Kriteria Hasil         :          
1.   Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan.
2.   Mempertahankan tindakan yang mengontrol aktivitas kejang.
3.   Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjadi kejang.

Intervensi
Rasional
1.   Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan tempat tidur yang rendah
2.   Tinggalah bersama klien selama fase kejang..
3.   Berikan tongue spatel diantara gigi atas dan bawah.
4.   Letakkan klien di tempat yang lembut.

5.    Catat tipe kejang (lokasi,lama) dan frekuensi kejang
6.     Catat tanda-tanda vital sesudah fase kejang
1.   meminimalkan injuri saat kejang


2. meningkatkan keamanan klien

3. menurunkan resiko trauma pada mulut.
4.    membantu menurunkan resiko injuri fisik pada ekstimitas ketika kontrol otot volunter berkurang.
5.    membantu menurunkan lokasi area cerebral yang terganggu.
6.   mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal


             III.            Diagnosa Keperawatan / Masalah : Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
Tujuan       :  Rasa nyaman terpenuhi
Kriteria hasil        : Suhu tubuh 36 – 37,5º C, N ; 100 – 110 x/menit,                              RR : 24 – 28 x/menit, Kesadaran composmentis, anak tidak rewel.
Intervensi
Rasional
1.      Kaji faktor – faktor terjadinya hiperthermi.



2.      Observasi tanda – tanda vital tiap 4 jam sekali


3.      Pertahankan suhu tubuh normal




4.      Anjurkan untuk menggunakan baju tipis dan terbuat dari kain katun

5.      Ajarkan pada keluarga memberikan kompres dingin pada kepala / ketiak


6.      Atur sirkulasi udara ruangan
1.      Mengetahui penyebab terjadinya hiperthermi karena penambahan pakaian/selimut dapat menghambat penurunan suhu tubuh.
2.     Pemantauan tanda vital yang teratur dapat menentukan perkembangan keperawatan yang selanjutnya.
3.   suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas, suhu lingkungan, kelembaban tinggiakan mempengaruhi panas atau dinginnya tubuh
4.    proses hilangnya panas akan terhalangi oleh pakaian tebal dan tidak dapat menyerap keringat
5.    proses konduksi/perpindahan panas dengan suatu bahan perantara.
6.   Penyediaan udara bersih.



             IV.   Diagnosa Keperawatan / Masalah : Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi
  Tujuan           : Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit anaknya.
  Kriteria hasil :
1.         Keluarga tidak sering bertanya tentang  penyakit anaknya.
2.         Keluarga mampu diikutsertakan dalam proses keperawatan.
3.         keluarga mentaati setiap proses keperawatan.





Intervensi
Rasional
1.   Kaji tingkat pengetahuan keluarga



2.   Beri penjelasan kepada keluarga sebab dan akibat kejang demam

3.   Jelaskan setiap tindakan perawatan yang akan dilakukan
4.   Berikan Health Education tentang cara menolong anak kejang dan mencegah kejang demam

5.   Berikan Health Education agar selalu sedia obat penurun panas, bila anak panas
6.   Jika anak sembuh, jaga agar anak tidak terkena penyakit infeksi dengan menghindari orang atau teman yang menderita penyakit menular sehingga tidak mencetuskan kenaikan suhu.
1. Mengetahui sejauh mana pengetahuan yang dimiliki keluarga dan kebenaran informasi yang didapat.
2. penjelasan tentang kondisi yang  dialami dapat membantu menambah wawasan keluarga
3. agar keluarga mengetahui tujuan setiap tindakan perawatan
4. sebagai upaya alih informasi dan mendidik keluarga agar mandiri dalam mengatasi masalah kesehatan
5. mencegah peningkatan suhu lebih tinggi dan serangan kejang ulang.
6. sebagai upaya preventif serangan ulang




Penyimpangan KDM Kejang Demam






BAB  III
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
             Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Kejang Demam di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene, Pada Tanggal 21 Juli 2011 s/d 23 Juli 2011.
I.       Biodata
A.    Identitas Klien
1.      Nama                           : By. R
2.      Umur                           : 7 bulan 28 hari
3.      Jenis kelamin               : Laki - Laki
4.      Agama                         : Islam
5.      Pendidikan                  : -
6.      Alamat                        : Camba
7.      Tgl Masuk RS             : 21 Juli 2011
8.      Tgl. Pengakajian          : 21 Juli 2011
9.      Diagnosa Medik          : Kejang Demam
10.  Rencana Theraphy      : -
B. Identitas Orang Tua
1.      Ayah
A.    Nama                     : Tn. S
B.     Umur                     : 45 tahun
C.     Pendidikan                        : Tidak Tamat SD
D.    Pekerjaan               : Tukang Batu
E.     Agama                   : Islam
F.      Alamat                  : Camba
2.      Ibu
A.    Nama                     : Ny. S
B.     Umur                     : 40 tahun
C.     Pendidikan                        : Tidak Tamat SD
D.    Pekerjaan               : IRT
E.     Agama                   : Islam
F.      Alamat                  : Camba
C. Identitas Saudara Kandung
Tabel 2 : Identitas Saudara
No
Nama
Usia
Hubungan
Status Kesehatan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Alisman
Taswin
Taslim
Irfan
Hasriadi
Hasrianti
Kifli
Hamdani
21 tahun
19 tahun
16 tahun
14 tahun
10 tahun
8 tahun
6 tahun
2 tahun
Saudara Kandung
Saudara Kandung
Saudara Kandung
Saudara Kandung
Saudara Kandung
Saudara Kandung
Saudara Kandung
Saudara Kandung
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat
Sehat

Klien memiliki saudara kandung delapan orang dan klien adalah anak kesembilan. Dan status saudara klien dalam keadaan sehat.
II.    Keluhan Utama / Riwayat Keluhan Utama
a.       Keluhan Utama / Alasan Masuk Rumah Sakit
Kejang – Kejang.
b.      Riwayat Keluhan Utama
Ibu Klien mengatakan “klien batuk, panas tinggi sejak 1 hari yang lalu disertai kejang – kejang dan pernah jatuh dari gendogan kakaknya sebelum masuk Rumah Sakit.
       III.      Riwayat Kesehatan
A.    Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengalami kejang – kejang dirumah sejak satu hari yang lalu (tgl. 20 Juli 2011) dan dibawah oleh orang tuanya ke RSUD Majene pada tanggal 21 Juli 2011, jam 02.00 Ibu klien mengatakan saat ini klien masih demam disertai batuk.
TTV
Tekanan Drarah     :100/70 mmhg
Nadi                                  : 136 x/menit
Suhu                                  : 38°C
Pernafasan             : 56 x/menit
B.     Riwayat Kesehatan Lalu
1.      Pre Natal Care
a.       Ibu klien mengatakan selama hamil memeriksakan kehamilannya 3  kali di puskesmas / bidan
b.      Ibu klien mengatakan Keluhan selama hamil : muntah dan sering pusing
c.       Tidak ada riwayat terkena sinar dan theraphy obat-obatan tertentu
d.      Kenaikan berat badan selama hamil : 12 kg
e.       Ibu klien mengatakan selama hamil mendapatkan suntikan TT sebanyak 2 kali
f.       Golongan darah Ibu : AB, dan ayah tidak diketahui
2.      Natal
a.       Tempat melahirkan : di Rumah
b.      Bersalin dengan spontan / normal
c.       Penolong persalinan oleh bidan dan dukun
d.      Ibu klien mengatakan tidak ada komplikasi saat melahirkan dan tidak ada infeksi setelah melahirkan
3.      Post Natal
a.       Berat badan waktu lahir : 3250 gram, Panjang Badan : 48 cm
b.      Ibu mengatakan waktu lahir tidak ada kelainan
c.       Kien tidak mempunyai masalah menyusui
d.      Klien pernah mengalami sakit batuk dan demam, dan diare sembuh setelah berobat ke Puskesmas.
e.       ada riwayat hospitalisasi sebelumnya dengan penyakit yang sama
f.       Tidak ada riwayat alergi terhadap obat-obatan, zat kimia.
C.     Riwayat Kesehatan Keluarga
1.      Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit alergi
2.      Pengambilan keputusan dilakukan dengan cara musyawarah

3.      genogram 3 generasi










Keterangan
                             : Laki – laki
                             : Perempuan
                             : Laki – Laki Meninggal

7bl
 
                             : Perempuan Meninggal
: Klien
: Serumah
                             : Garis Keturunan
?                           : Umur tidak diketahui
GI                        : 1. Kakek dari Ayah dan Ibu sudah meninggal karena faktor usia
2.   Nenek dari Ayah dan Ibu masih hidup dan sehat
GII                       : 1. Ayah dan Ibu Klien masih hidup dan sehat
2. Saudara Ayah masih hidup dan sehat, saudar Ibu ada yang    meninggal karena sakit.
4. Riwayat Imunisasi
Tabel 3 :  Riwayat Imunisasi
No.
Jenis Imunisasi
Waktu pemberian
Reaksi setelah pemberian

1.
2.
3.
4.
5.

BCG
DPT ( I, II, III )
Polio ( I, II, III, IV )
Hepatitits
Campak

ü
ü
-
-
-

Nyeri,Scar
Nyeri,Panas
-
-
-

Ibu klien mengatakan anaknya telah diimunisasi hanya lupa tanggal pemberiannya. Klien tidak mendapatkan Jenis imunisasi polio (I,II,III,IV), dan Hepatitis, karna orang tuanya lupa membawa ke posyandu. dan jenis imunisasi Campak belum diberikan karena pemberian imunisasi campak pada umur bayi 9 – 11 bulan, sedangkan umur klien 7 bulan 28 hari.
       IV.      Riwayat tumbuh kembang
A.    Pertumbuhan Fisik
1.      BB                               : 7,5 kg
2.      TB                               : 72 cm
3.      Waktu pertama tumbuh gigi : 6 bulan
B.     Perkembangan tiap tahap
1.      Berguling        :  5 bulan
2.      Merangkak      :  belum bisa
3.      Duduk             :  belum bisa
4.      Berdiri             :  belum bisa
5.      Berjalan           :  belum bisa
6.      Tersenyum pada orang pertama kali :  4 bulan
          V.      Riwayat Nutrisi
A.    Pemberian ASI
1.      Klien pertama kali disusui setelah lahir
2.      Asi diberikan setiap 2 jam
3.      Asi masih diberikan sampai sekarang
B.     Pemberian susu formula
Klien tidak diberikan susu formula
C.     Pemberian makanan tambahan
1.      Pertama kali diberikan makanan tambahan pada usia 6 bulan
2.      Makanan tambahan ( beras merah ) hanya diberikan sekali dan tidak pernah lagi sampai sekarang
D.    Pola perubahan nutrisi
Tabel 4 : Pola Perubahan Nutrisi

No.

Usia
Jenis Nutrisi
Lama Pemberian
1.

2.

3.
0 – 4 bulan

4 – 12 bulan

Saat ini
ASI

ASI + Beras Merah

ASI
Sampai sekarang

Beras Merah hanya sekali diberikan
Sampai Sekarang

       VI.      Riwayat Psikososial
A.    Klien tinggal serumah dengan Ayah, Ibu dan Saudaranya
B.     Lingkungan Rumah berada diSetengah Kota
C.     Rumah tidak dekat dengan Sekolah
D.    Ada tangga yang berbahaya bagi Klien
E.     Hubungan dengan Keluarga sangat Harmonis
F.      Klien diasuh oleh Orang Tua
    VII.      Riwayat Spiritual
A.    Keluarga klien menganut agama Islam
B.     Keluarga klien sering mengikuti shalat jum’at dan kadang mengikuti pengajian, dan taat shalat lima waktu serta sering berdo’a untuk kesembuhan anaknya.
 VIII.      Reaksi Hospitalisasi
A.    Pemahaman keluarga tentang sakit dan rawat inap
1.      Ibu Klien mengatakan anaknya dibawa ke Rumah Sakit karena khawatir melihat klien saat kejang
2.      Ibu klien mengatakan masih khawatir melihat keadaan anaknya
3.      Ibu klien mengatakan sangat berharap agar anaknya cepat sembuh
4.      Ekspresi wajah ibu klien nampak cemas dan tegang.
5.      Ibu klien selalu mendampingi anaknya di Rumah Sakit
6.      Ibu klien mengatakan cemas melihat keadaan anaknya
7.      Ibu klien mengatakan anaknya tidak pernah mandi selama di rumah sakit

B.     Pemahaman anak tentang Rumah Sakit dan rawat Inap
1.      Klien sudah dua kali masuk dan dirawat rumah sakit dengan gejala yang sama
2.      Keluarga klien dapat menerima pengobatan
3.      Keluarga dapat menerima perawat
4.      Klien dibantu segala pemenuhannya oleh ibunya
       IX.      Aktivitas Sehari-hari
A.    Nutrisi
Tabel 5 : Nutrisi
No.
Kondisi
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Selera makan
Menu makan
Frekwensi makan
Makanan yang disukai
Pembetasan pola makan
Cara Makan
Baik
ASI
Setiap Menangis
ASI
Tidak ada
 Disusui
Kurang 
ASI
Setiap 2 Jam
ASI
Tidak ada
Disusui


B.     Cairan
Tabel 6 : Cairan
No.
Kondisi
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
1.
2.

3.
Jenis minuman
Frekwensi minum

Kebutuhan cairan
ASI
Setiap Saat/ menangis
1500 cc – 2000 cc/hari
ASI
Setiap Saat/ setiap 2 Jam
1500 cc – 2000 cc/hari

C. Eliminasi
Tabel 7 : Eleminasi
No.
Kondisi
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
1.



2.

BAB
Tempat pembuangan
Frekwensi
Konsistensi
BAK
Tempat pembuangan
Frekwensi
Konsistensi

Celana
1 x / hari
Lembek

Celana
4 - 6 x / hari
Jernih

Celana / tempat tidur
1 x / hari
lembek

Celana
6 - 7 x / sehari
Kuning


D. Istirahat Tidur
Tabel 8 : Istirahat Tidur
No.
Kondisi
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
1.


2.
3.
4.
Jam Tidur :
-          Tidur siang
-          Tidur malam
Pola tidur
Kebiasaan sebelum tidur
Kesulitan tidur

Dari jam 12.00 – 14.00
Dari jam 23.00 – 05.00
Baik
Di ayun
Tidak ada

Tidak teratur
Tidak teratur
Baik
Diusap-usap
Jika demam




E.     Personal hygiene
Tabel 9 : Personal Hygiene
No.
Kondisi
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
1.



2.


3.
Mandi
-          Cara
-          Frekwensi
-          Alat mandi
Cuci rambut
-          Frekwensi
-          Cara
Gunting kuku
-          Frekwensi
-          Cara

Berendam
2 x sehari
Sabun, gayun, baskom

3 x seminggu
Memakai shampo baby

1 x / seminggu
Memakai gunting kuku

Belum pernah
-

Belum pernah
-

Belum pernah
-

F.   Aktivitas Olah Raga
Tabel 10 : Olah Raga
No.
Kondisi
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
1.
2.
3.
Program Olah raga
Jenis dan Frekwensi
Kondisi setelah olah raga
Bermain sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangannya
-
-
-




G.    Aktivitas / Mobilitas Fisik
Tabel 11 : Mobilisasi Fisik
No.
Kondisi
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
1.
2.

3.

4.

Kegiatan sehari-hari
Pengaturan jadwal harian
Penggunaan alat bantu aktivitas
Kesulitan pergerakan tubuh
Bermain
Tidak ada

Mainan Bunyi -bunyian
Tidak ada

Tidak ada, klien hanya terbaring di tempat tidur

H.       Rekreasi
Tabel 12 : Rekreasi
No.
Kondisi
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
1.
2.
3.
4.
5.
Perasaan saat bermain
Waktu luang
Perasaan setelah bermain
Waktu senggang keluarga
Kegiatan hari libur
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-



IX.  Pemeriksaan Diagnostik
A.    Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum klien     : Lemah
B.     Tanda-tanda Vital
1.      TD    : 100/70 mmhg
2.      N                  : 136 x / menit
3.      S                   : 38 o C
4.      P                   : 56 x / menit
C.  Antropometri
1.      BB    : 7,5 kg
2.      TB    : 72 cm
3.      LILA            : 17 cm
4.      LK    : 45 cm
5.      LP    : 41 cm
6.      LD    : 43 cm
D.    Sistem Pernapasan
Hidung            :  lubang hidung simetris kiri dan kanan, tidak nampak pernapasan cuping hidung dan secret
Leher               :  tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Dada               :  simetris kiri dan kanan, bentuk dada normal dan mengikuti gerakan pola nafas dengan dada



E.     Sistem Cardio Vaskuler
1.      Conjungtiva nampak pucat
2.      Bunyi jantung S1 Lub pada ICS 4 dan 5 Mitral dan Trikuspidalis, S2 Dub pada ICS 2 parasternal kanan dan kiri, Aorta dan Pulmunal
3.      Tidak terdengar bising aorta
F.      Sistem Pencernaan
1.      Skelera tidak Ikterus, bibir tampak kering
2.      Tidak Nampak ada Labioskizis
3.      Mulut tidak ada stomatitis, tidak Nampak ada Palatoskizis
4.      Tidak ada lecet pada anus, tidak ada nyeri tekan
5.      Tidak Nampak ada Hemoroid
G.    Sistem Indra
1.      Mata
a.       Mata nampak strabismus
b.      Bulu mata nampak tebal tersebar rata tapi sedikit
c.       Tidak ada gangguang penglihatan
d.      Konjungtiva nampak pucat
2.      Hidung
a.       Lubang hidung simetris kiri dan kanan
b.      Tidak ada secret
c.       Tidak tampak adanya pembesaran polip
d.      Tidak tampak adanya sekret yang menutupi liang hidung

3.      Telinga
a.       Telinga simetris kiri dan kanan
b.      Fungsi pendengaran baik
c.       Nampak adanya serumen dicanalis auditorius
H.    Sistem Syaraf
1.      Fungsi Cerebral
Kesadaran menurun dengan nilai GCS = 5
2.      Fungsi Cranial
-        Nervus I (olfaktorius)
Klien belum dapat membedakan bau.
-        Nervus II (optikus)
Tidak dikaji, klien dalam keadaan kesadaran menurun.
-        Nervus III,IV,VI (okulamotorius, trokleus dan abdusen)
Tidak dikaji
-        Nervus V (trigemenus)
Tidak dikaji
-        Nervus VII (facialis)
Tidak dikaji
                                                     -           Nervus VIII (acusticus)
Tidak dikaji
-        Nervus IX (glasofaringeus)
Fungsi menelan baik
-        Nervus X (vagus)
Tidak dikaji
-        Nervus XI (accesorius)
Klien belum dapat mengenal orang tuanya
-        Nervus XII
Tidak dikaji
3.      Fungsi Motorik
-       Kekuatan otot lemah
4.      Fungsi Sensorik
-       Klien tidak dapat membedakan getaran / ransangan yang diberikan.
5.      Fungsi Cerebellum
-    Klien tidak mengerti perintah yang diberikan
6.      Refleks
-    Terjadi kontraksi otot dengan gerakan refleks pada bagian bawah jika diberikan stimulus.
7.      Fungsi Meningen
                                                     -     Ada kaku kuduk
I.       Sistem Muskuloskeletal
1.      Kepala          : Bentuk kepala Mesocepal
2.      Leher            : Tidak ada pembengkakan dan tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tyroid, Vena Jugularis tidak ada peningkatan
3.      Vertebra : Tidak ada kelainan bentuk tulang belakang chyposis maupun lordosis
4.      Pelpis : Gerakan lemas
5.      Lutut            : simetris kiri dan kanan, Tidak terdapat pembengkakan
6.      Kaki : simetris kiri dan kanan tidak ada keluhan
7.      tangan : Klien dapat menggerakkan tangannya tapi lemah
J.       Sistem Integumen
1.      Rambut : nampak kotor , warna hitam, penyebaran pertumbuhan rata
2.      Kulit : warna kulit sawo matang dan kering, nampak kotor, ibu klien mengatakan selama anaknya dirawat belum pernah mandi
3.      Kuku : nampak panjang dan kurang bersih.
K.       Sistem Imun
Keluarga mengatakan klien tidak ada riwayat alergi terhadap cuaca, obat-obatan dan zat kimia
L.     Sistem ekdokrin
1.      Tidak nampak adanya pembesaran kelenjar
2.      Suhu tubuh tidak seimbang
M.   System Reproduksi
Tidak ada kelainan bentuk, tidak ada tanda – tanda infeksi.
N.    Sistem Perkemihan
1.      Tidak ada oedem palpebra
2.      Klien berkemih spontan dicelana, tidak terpasang kateter
          X.      Test Diagnostik
Laboratorium
WBC 19,02 + 10’3 /µL         (5,00 – 10,00)
HGB   8,0 – 9 /dL                 (12,0 – 17,4)   


          XI.   Theraphy Saat Ini
Theraphy
Penisilin Procain                    750.000 IU 200 mg . IM
Paracetamol                           75 mg /8jam
Chlorpheniramini maleas       0,5 mg /8jam
Dexametason             0,5 mg /8jam
Gliseril Glicoat                      0,5 mg /8jam
Penoherbital                           0,5 mg /8 jam















B. PENGUMPULAN DATA
-          KU Lemah
-          Ekspresi wajah ibu nampak cemas
-          Rambut klien nampak kotor
-          Permukaan kuku kotor dan nampak panjang
-          Konjugtiva nampak pucat
-          Bibir tampak kering
-          Kekuatan otot lemah
-          Ada kaku kuduk
-          Nampak adanya serumen di canalis auditorius
-          Tanda-tanda Vital
T    : 100/70 mmhg
N   : 136 x/ menit
S    : 38 °C
P    : 56 x / menit
-          BB : 7,5 kg
-          Ibu klien mengatakan anaknya masih demam
-          Ibu klien mengatakan khawatir melihat keadaan anaknya
-          Ibu klien sering menanyakan tentang keadaan anaknya
-          Ibu klien mengatakan anaknya tidak pernah mandi selama di Rumah Sakit



BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah membahas tentang tinjauan teoritis Kejang demam baik medis maupun konsep keperawatan, dan laporan studi kasus pada klien By. “R”  dengan Kejang demam yang dirawat di Ruang Perawatan Anak RSUD Majene Kab.Majene selama 3 hari, maka pada bab ini akan dibahas berbagai kesenjangan yang ditemukan antara teori dengan praktek nyata dengan membahas berdasarkan tahapan proses keperawatan untuk lebih memudahkannya.

A.    Pengkajian

Pada tinjauan teoritis, data yang ditemukan pada klien dengan kasus Kejang demam meliputi kelemahan otot, demam sampai kejang, cyanosis, kekakuan dan penurunan kesadaran, penurunan nafsu makan, apnoe, peningkatan suhu tubuh 38 0C. Sedangkan data yang didapat pada pelaksanaan studi kasus antara lain klien KU Lemah, Kuku nampak panjang dan kurang bersih, Nampak adanya serumen pada di canalis auditorius, Ekspresi wajah ibu klien nampak cemas dan tegang, Tanda-tanda Vital, T : 100/70 mmhg, N   : 136 x/ menit, S : 38 °C, P : 56 x / menit, BB : 7,5 kg.
Jadi kesenjangan yang terjadi adalah data cyanosis, apnoe, penurunan nafsu makan. Data ini penulis tidak temukan karena klien sudah satu hari dirawat jadi sudah ada peningkatan perbaikan kesehatan. Klien hanya mengalami kejang demam saja.


B.     Diagnosa Keperawatan
Pada landasan teori diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Kejang demam adalah :
1.      Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
2.      Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
3.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
4.      Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi
Sedangkan diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus yaitu :
1.      Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
2.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga
3.      Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
Dari uraian diagnosa diatas, maka kesenjangan yang terjadi adalah :
  1. Ada 3 diagnosa keperawatan yang ada dalam teori tetapi tidak ditemukan dalam pelaksanaan studi kasus yaitu :
a.       Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot. Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karena pada saat pengkajian klien telah mendapatkan perawatan yang cukup maksimal dari perawat dan telah diberi terapi medis oleh dokter.
b.      Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi. Diagnosa ini tidak ditemukan pada kasus karena pada saat pengkajian klien tidak ada tanda – tanda klien mengalami gangguan rasa nyaman.
c.       Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi. Diagnosa ini tidak ditemukan karena penulis mengnggap kecemasan keluarga karena kurangnya informasi dan kurangnya informasi tentang penyakit anaknya lebih menonjol.
  1. Ada 2 diagnosa keperawatan yang tidak ada di tinjauan teori tetapi ditemukan pada studi kasus, yaitu : Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga, Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, hal ini disebabkan karena ada data yang mendukung untuk menegakkan diagnose tersebut.

C.    Perencanaan

Pada pembahasan perencanaan disini, intervensi yang diberikan pada diagnosa keperawatan adalah :
1.         Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi, Intervensi yang direncanakan penulis adalah : Longgarkan pakaian, berikan pakaian tipis yang mudah menyerap keringat, berikan kompres dingin, berikan ekstra cairan (susu, sari buah, dll), observasi kejang  dan tanda vital tiap 4 jam, batasi aktivitas selama anak panas, berikan anti piretika dan pengobatan sesuai advis.
2.         Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga, Intervensi yang direncanakan penulis adalah : Kaji hambatan terhadap partisipasi perawatan diri , identifikasi rencana untuk modifikasi. Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan dalam melakukan aktivitas secara mandiri, berikan bantuan dengan aktivitas yang diperlukan, memandikan pasien di tempat tidur, tentukan kemampuan klien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri, HE mengenai pentingnya kebersihan perorangan.
3.         Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, Intervensi yang direncanakan penulis adalah : Membina hubungan saling percaya antara perawat dan keluarga, mengkaji tingkat kecemasan, memberi penjelasan pada keluarga tentang cara menolong anak kejang, memberikan HE kepada keluarga sebab akibat kejang, memberikan kesempatan keluarga untuk mengungkapkan  perasaannya, memberikan HE agar selalu sedia obat penurun panas.

D.    Implementasi

                                Pada implementasi tidak terdapat kesenjangan dari beberapa intervensi yang sudah direncanakan semua dapat dilakukan / dilaksanakan antara lain :
1.      Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi, tidak ada kesenjangan karena semua intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
2.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga, tidak ada kesenjangan karena semua intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.
3.      Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, tidak ada kesenjangan karena semua intervensi yang dilaksanakan sesuai dengan intervensi yang direncanakan.

E.     Evaluasi

1.      Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi, diagnosa ini teratasi pada tanggal 23 Juli 2011 dengan kriteria hassil : Tidak terjadi serangan kejang ulang, suhu 36,5 – 37,5 º C (bayi), 36 – 37,5 º C (anak), nadi 110 – 120 x/menit (bayi) 100-110 x/menit (anak), respirasi 30 – 40 x/menit (bayi) 24 – 28 x/menit (anak).
2.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga, diagnosa ini teratasi tanggal 23 Juli 2011 dengan kriteria hasil : kuku klien nampak pendek dan bersih, canalis auditorius nampak bersih.
3.      Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan, diagnosa ini teratasi tanggal 23 Juli 2011 dengan kriteria hasil : Keluarga klein menunjukkan rileks tidak nampak cemas, keluarga mampu diikut sertakan dalam proses keperawatan, keluarga menaati setiap proses keperawatan.


BAB  V
KESIMPULAN DAN SARAN

Setelah membahas teori dan menerapkan asuhan keperawatan pada klien By. “R” dengan Kejang demam yang dirawat selama 3 hari di ruang perawatan Anak RSUD Majene Kab. Majene,  serta membahas kesenjangan yang terjadi antara teori dan praktek tentang penyakit Kejang demam, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut :
A.    Kesimpulan
1.      Penyakit Kejang demam merupakan penyakit yang paling sering menyerang pada bayi dan balita dan lebih banyak menyerang pada anak laki-laki. Yang jika tidak diobati dengan cepat dan baik akan meyebabkan gangguan pada syaraf dan berakibat pada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan pada bayi dan balita.
2.      Penyebab Kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang:
a.       Usia ketika pertama kali terserang kejang demam (kurang dari 15 bulan)
b.      Sering mengalami demam
c.       Riwayat keluarga yang juga menderita kejang demam
3.      Hampir sebanyak 1 dari setiap 25 anak pernah mengalami kejang demam dan lebih dari sepertiga dari anak-anak tersebut mengalaminya lebih dari 1 kali. Kejang demam biasanya terjadi pada anak-anak yang berusia antara 6 bulan - 5 tahun dan jarang terjadi sebelum usia 6 bulan maupun sesudah 3 tahun.
Faktor resiko kejang pertama yang penting adalah demam, selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus dan kadar natrium rendah.
4.      Selain kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali frekurensi atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga yang epilepsy.
5.      Pada landasan teori diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada kasus Kejang demam adalah :
a.       Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
b.      Resiko terjadi trauma fisik berhubungan dengan kurangnya koordinasi otot
c.       Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan hiperthermi.
d.      Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan dengan keterbatasan informasi
Sedangkan diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus yaitu :
a.       Resiko terjadi kejang ulang berhubungan dengan hipertermi
b.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya pengetahuan keluarga
c.       Kecemasan keluarga berhubungan dengan kurangnya pengetahuan

B.     Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat dan dapat diterapkan dalam penanganan kasus Kejang demam.
1.      Untuk meningkatkan kualitas perawatan dan sekaligus mewujudkan kualitas profesionalisme keperawatan perlu terus menerus menerapkan asuhan keperawatan sebagai metode pemecahan masalah.
2.      Perawat harus memiliki pengetahuan yang cukup khususnya tentang Kejang demam, sehingga dapat mendidik klien dan keluarga untuk mengenal penyakit Kejang demam yang diderita serta perawatannya dan tindakan penanganannya.
3.      Keluarga diharapkan dapat bekerjasama dalam penyembuhan penderita dengan memberikan dukungan yang dibutuhkan dalam penanganan klien dengan Kejang demam.
4.      Institusi pendidikan hendaknya dapat meningkatkan mutu dan kualitas didikannya dengan memperbanyak buku-buku literatur keperawatan sehingga menjadi dasar bagi mahasiswa untuk meningkatkan kemampuannya.
5.      Pihak Rumah Sakit hendaknya lebih meningkatkan mutu pelayanan dan fasilitas kesehatan yang lebih memadai guna memudahkan dalam memberikan pelayanan kesehatan.